Perjalanan 16 tahun
Reformasi memang telah menghasilkan banyak hal seperti institusionalisasi
demokrasi, perluasan kebebasan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak
dapat dikatakan buruk. Namun, di balik itu semua masih banyak catatan hitam
terkait penyelenggaraan demokratisasi selama ini terutama diabaikannya proses
pemenuhan hak-hak korban kejahatan negara masa lalu seperti kasus 65/66,
Talangsari, Tanjung Priuk, hingga penculikan aktivis 97-98, kemudian
pemerataan pembangunan, serta akses masyarakat miskin terhadap hak-hak hidup
dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
Sampai hari ini
tokoh-tokoh politik berdansa memperebutkan kekuasaan dengan menginjak-injak hak
korban kejahatan negara. Rekonsiliasi korban jadi basa-basi politik elite.
Itulah realitas yang diterima oleh keluarga yang kehilangan orang terkasihnya
karena menjadi martir perubahan untuk membuka lorong demokrasi. Pemenuhan
hak-hak korban kejahatan negara haruslah menjadi tiang pokok perjuangan
demokrasi.
Memang ada yang tak
tuntas dari demokratisasi kita selama 16 tahun, kita gagal menuntaskan
kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia. Kita memberi peluang orang-orang
anti-demokrasi untuk kasak-kusuk guna menutup kebebasan kita.
Keragu-raguan kita membuat demokrasi mengalami pemiskinan makna. Demokratisasi
seolah hanya membawa kita pada nuansa yang penuh dengan fitnah, saling tuding dan
menjatuhkan. Demokrasi harus memastikan bahwa kekuasaan digunakan pada
tempatnya dan bersandar pada prinsip-prinsip humanistis seperti kesetaraan,
kebebasan, dan keadilan.
Kita membutuhkan
pemimpin yang mampu menghadirkan kelegaan batin bagi para keluarga korban.
Pemimpin baru kita harus memberikan jaminan untuk menyediakan catatan lengkap
tentang kesalahan negara. Kejujuran negara mengakui kesalahan masa lalu akan
membuka lembaran baru peradaban demokrasi kita selanjutnya. Dengan membuat
catatan kesalahan negara, kita akan punya pedoman pengingat bahwa kebiadaban
ini tak boleh terulang di masa depan. Tak boleh lagi ada Ibu yang kehilangan
anak karena ia mengkritik negara atau Isteri yang kehilangan suami karena ia
membela yang lemah. Tugas kita adalah memuliakan manusia.
Menuntaskan kasus
kejahatan negara dengan memenuhi hak korban bukanlah sekedar agenda reformasi,
atau hanya mencabut ‘duri dalam daging’ demokrasi kita. Tapi lebih dari itu,
kita butuh pemimpin yang mampu menuntaskan itu semua untuk memberi tanda bahwa
demokrasi yang kini kita tempuh adalah jalan terbaik untuk memuliakan martabat
setiap manusia. Sehingga biaya triliunan rupiah untuk pemilu tak hilang ditiup
angin. Inilah penentu hitam-putih demokrasi kita.
http://pamflet.or.id/blog/kenapa-sih-masih-perlu-ngomongin-reformasi
http://pamflet.or.id/blog/kenapa-sih-masih-perlu-ngomongin-reformasi
No comments:
Post a Comment